Ordinary Simple Happy
Bismillah.
Teringat cerita tentang seorang kakak mentor. Sudah empat tahun kami saling mengenal cukup baik. Suatu waktu bertemu, dia bilang ingin bercerita. Senyum mengembang di wajahnya, kurasa hal baik akan meluncur dari lisannya.
"Dek, saya sudah tahu penyakit apa yang selama ini saya derita. Namanya ataxia."
Subhanallah! Senyum di wajahnya pun berubah mendung, satu per satu air matanya susul-menyusul jatuh. Seketika aku merasa tubuh ini dingin. Berharap dia salah berucap.
"Kamu tahu kan, Dek. Mbak udah lama ngeluh, kalau jalan susah lurus. Dokter pernah diagnosa, itu gangguan motoriks biasa. Hanya butuh terapi. Tapi ternyata..."
Hening.
Itu ucapannya enam bulan yang lalu. Pagi tadi aku berkesempatan bertemu lagi dengannya. Teduh wajahnya, cantik dengan kelembutan sifatnya. Seperti biasa, senyumnya menyapaku dengan hangat. Lalu dia memintaku bercerita, bercerita hal-hal terbaik yang kualami.
Mata manisnya berbinar saat mendengar ceritaku. Lalu kupandang wajahnya, kuminta dia bercerita tentang dirinya. Dia menghela nafas. Lalu bercerita tentang keempat anaknya yang pintar dan shalih. Lalu tiba-tiba dia tercekat.
"Saya berpikir hidup saya sangat sempurna. Lulus kuliah, langsung diterima bekerja. Tidak lama kemudian, bertemu dengan lelaki sholih yang menjadi suami saya. Lalu dikaruniai empat orang anak yang lucu dan pintar..."
"Lalu tiba-tiba...."
"Sering saya berpikir kenapa harus saya dek... Itu kan penyakit langka. Kenapa saya?"
Allah, pencipta bumi seisinya, termasuk kita. Pencipta sekaligus penentu takdir yang akan kita jalani di dunia. Yang menentukan pembagian rizki kita, pemilihan jodoh kita, penentuan lahir dan mati kita, semuanya. Dan sering kita tertegun, betapa Allah sungguh Maha Besar dalam menciptakan jalan hidup ummat-Nya. Hidup yang membentang bagai jalan yang harus kita tempuhi.
Berawal dari nafas kita pertama, dan berujung pada nafas kita terakhir. Jalan yang kadang berkelok, menanjak tajam, landai, berbatu, berbunga, licin, berliku, terjal, teduh, dan sensasi-senasi lain yang kita rasakan seumur hidup kita. Jalan yang kadang memberikan banyak persimpangan, hingga mengharuskan kita berhenti sejenak, bertanya kepada-Nya, memilih jalan yang kita anggap terbaik, dan lalu menjalani konsekuensi dari jalan yang kita ambil. Jalan yang juga kadang menikung terlalu tajam, hingga kita tidak mampu melihat kejutan-kejutan tersembunyi di balik tikungan itu. Kejutan yang membuat kita menangis haru, maupun kejutan yang membuat hati kita menangis biru.
Entah, mungkin egois bila meminta hidup yang sempurna. Pun sempurna itu memiliki makna yang berbeda untuk tiap manusia. Hidup yang tanpa ujian kah? Tanpa kesulitan? Tanpa kelaparan? Tanpa perselisihan?
Then when all I wish is an ordinary, simple, happy life, is it possible?
Walaupun kebahagiaan itu kita yang menentukan, tapi, all I wish is that ordinary-simple-happy life. Hidup yang biasa-biasa saja, dengan cerita yang sederhana dan akhir yang bahagia. Bearable life.
MasyaaAllah... Subhanallah... Padahal Allah tidak membebankan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya ya???
Maka nikmati saja momen ini. Jadikan dia momen yang "sempurna". Sempurna dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Agar kita bahagia. Karena kita tidak pernah tahu, jalan macam apa yang membentang di depan kita. Kejutan apa yang menanti kehadiran kita. Ya, maka nikmatilah. Agar syukur berbuah menjadi bahagia. Karena jika kita bersyukur, akan Dia tambah nikmat-Nya. Tapi sungguh, jika kita ingkar, adzab-Nya teramat pedih.
Na'udzubillah.
Astaghfirullah.
Walhamdulillah.
Teringat cerita tentang seorang kakak mentor. Sudah empat tahun kami saling mengenal cukup baik. Suatu waktu bertemu, dia bilang ingin bercerita. Senyum mengembang di wajahnya, kurasa hal baik akan meluncur dari lisannya.
"Dek, saya sudah tahu penyakit apa yang selama ini saya derita. Namanya ataxia."
Subhanallah! Senyum di wajahnya pun berubah mendung, satu per satu air matanya susul-menyusul jatuh. Seketika aku merasa tubuh ini dingin. Berharap dia salah berucap.
"Kamu tahu kan, Dek. Mbak udah lama ngeluh, kalau jalan susah lurus. Dokter pernah diagnosa, itu gangguan motoriks biasa. Hanya butuh terapi. Tapi ternyata..."
Hening.
Itu ucapannya enam bulan yang lalu. Pagi tadi aku berkesempatan bertemu lagi dengannya. Teduh wajahnya, cantik dengan kelembutan sifatnya. Seperti biasa, senyumnya menyapaku dengan hangat. Lalu dia memintaku bercerita, bercerita hal-hal terbaik yang kualami.
Mata manisnya berbinar saat mendengar ceritaku. Lalu kupandang wajahnya, kuminta dia bercerita tentang dirinya. Dia menghela nafas. Lalu bercerita tentang keempat anaknya yang pintar dan shalih. Lalu tiba-tiba dia tercekat.
"Saya berpikir hidup saya sangat sempurna. Lulus kuliah, langsung diterima bekerja. Tidak lama kemudian, bertemu dengan lelaki sholih yang menjadi suami saya. Lalu dikaruniai empat orang anak yang lucu dan pintar..."
"Lalu tiba-tiba...."
"Sering saya berpikir kenapa harus saya dek... Itu kan penyakit langka. Kenapa saya?"
---
Hidup itu memang ujian, bukan? Ujian untuk mengetahui, siapa-siapa yang lulus dan bisa memanfaatkan waktu hidupnya untuk menghasilkan yang terbaik. Kalau berhasil, dengan ridha Allah, surgalah balasannya. Kalau gagal? Na'udzubillah..Allah, pencipta bumi seisinya, termasuk kita. Pencipta sekaligus penentu takdir yang akan kita jalani di dunia. Yang menentukan pembagian rizki kita, pemilihan jodoh kita, penentuan lahir dan mati kita, semuanya. Dan sering kita tertegun, betapa Allah sungguh Maha Besar dalam menciptakan jalan hidup ummat-Nya. Hidup yang membentang bagai jalan yang harus kita tempuhi.
Berawal dari nafas kita pertama, dan berujung pada nafas kita terakhir. Jalan yang kadang berkelok, menanjak tajam, landai, berbatu, berbunga, licin, berliku, terjal, teduh, dan sensasi-senasi lain yang kita rasakan seumur hidup kita. Jalan yang kadang memberikan banyak persimpangan, hingga mengharuskan kita berhenti sejenak, bertanya kepada-Nya, memilih jalan yang kita anggap terbaik, dan lalu menjalani konsekuensi dari jalan yang kita ambil. Jalan yang juga kadang menikung terlalu tajam, hingga kita tidak mampu melihat kejutan-kejutan tersembunyi di balik tikungan itu. Kejutan yang membuat kita menangis haru, maupun kejutan yang membuat hati kita menangis biru.
Entah, mungkin egois bila meminta hidup yang sempurna. Pun sempurna itu memiliki makna yang berbeda untuk tiap manusia. Hidup yang tanpa ujian kah? Tanpa kesulitan? Tanpa kelaparan? Tanpa perselisihan?
Then when all I wish is an ordinary, simple, happy life, is it possible?
Walaupun kebahagiaan itu kita yang menentukan, tapi, all I wish is that ordinary-simple-happy life. Hidup yang biasa-biasa saja, dengan cerita yang sederhana dan akhir yang bahagia. Bearable life.
MasyaaAllah... Subhanallah... Padahal Allah tidak membebankan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya ya???
Maka nikmati saja momen ini. Jadikan dia momen yang "sempurna". Sempurna dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Agar kita bahagia. Karena kita tidak pernah tahu, jalan macam apa yang membentang di depan kita. Kejutan apa yang menanti kehadiran kita. Ya, maka nikmatilah. Agar syukur berbuah menjadi bahagia. Karena jika kita bersyukur, akan Dia tambah nikmat-Nya. Tapi sungguh, jika kita ingkar, adzab-Nya teramat pedih.
Na'udzubillah.
Astaghfirullah.
Walhamdulillah.
Comments
Post a Comment